kelas-game.id – Bagi pecinta game petualangan dengan bumbu misteri, Ten Bells hadir sebagai judul yang layak diperhitungkan. Dirilis oleh studio indie Ravencourt Interactive, game ini menggabungkan eksplorasi mendalam, narasi bercabang, dan tantangan puzzle yang memutar otak. Mari telusuri alasan mengapa Ten Bells pantas menempati daftar must-play para gamer PC pada 2025 ini.
1. Premis Cerita yang Memikat
Kisah Ten Bells berpusat pada Elara, arkeolog muda yang menemukan kota bawah tanah bernuansa era Victoria. Sepuluh lonceng kuno—yang konon menyegel entitas gelap—mulai berdentang satu per satu, memicu rentetan peristiwa supranatural. Tugas pemain sederhana: hentikan lonceng terakhir sebelum dunia “di atas” terhisap ke dalam kegelapan. Plotnya menumbuhkan rasa penasaran sejak menit pertama, didukung dialog sinematik dan cut-scene berkualitas tinggi.
2. Gameplay: Perpaduan Aksi dan Puzzle
Gameplay Ten Bells memadukan unsur action-adventure ala Tomb Raider dengan puzzle lingkungan seperti The Room. Setiap area dihiasi mekanisme gigi-roda, panel simbol, hingga ilusi optik yang menuntut observasi jeli. Menariknya, Ravencourt menerapkan sistem “adaptive puzzle”—tingkat kesulitan akan menyesuaikan seberapa cepat pemain memecahkan teka-teki sebelumnya, membuat pengalaman tetap menantang namun tidak frustrasi.
Pada sisi aksi, Elara dibekali cambuk ether dan pistol paku yang bisa di-upgrade. Pertarungan menekankan timing dan positioning, bukan sekadar button-mash. Musuh utama—disebut Wraithbound—mempunyai pola serangan berbeda tergantung area, memaksa pemain meramu strategi bervariasi.
3. Lingkungan Visual yang Atmosferik
Mesin grafis internal Ravencourt, RavenForge 2.0, memanfaatkan ray tracing dan photogrammetry untuk menghasilkan pencahayaan lilin yang realistis, kabut halus di lorong, serta pantulan air genangan yang dinamis. Kombinasi palet warna hangat dan nuansa gelap memberi kesan gothic namun tetap modern. Mode foto terintegrasi—dengan filter cine-noir dan depth-of-field manual—menjadi bonus bagi para pemburu konten kreatif.
4. Audio & Musik: Immersif dan Menegangkan
Soundtrack orkestra garapan Marissa Koven memadukan instrumen klasik (violin, cello) dengan synth granular. Setiap dentang lonceng disusun pada kunci minor yang berbeda, menciptakan motif musikal yang berulang dan meningkatkan tensi. Efek suara binaural—dari ranting patah hingga bisikan Wraithbound—membuat headphone layak diprioritaskan.
5. Fitur Replayability
Selain kampanye utama ±12 jam, Ten Bells menghadirkan fitur New Game + dengan jalur cerita alternatif. Pilihan dialog tertentu dapat menyelamatkan atau mengorbankan NPC kunci, memberi tiga ending unik. Leaderboard waktu penyelesaian puzzle dan mode “Permadeath” menambah lapisan kompetitif bagi speedrunner.
6. Optimalisasi PC yang Ramah
Meski tampak berat, Ten Bells teroptimasi baik. Spesifikasi minimum hanya menuntut GPU GTX 1060 dan RAM 8 GB, sementara opsi ultra menyanjung rig high-end. Dukungan FSR 3 dan DLSS 3.5 memastikan frame-rate stabil di monitor 144 Hz.
7. Komunitas & Modding
Ravencourt membuka Steam Workshop hari rilis, lengkap dengan dev-kit ringan. Sudah bermunculan mod tekstur HD, tantangan puzzle kustom, hingga voice-over bahasa lokal. Kehadiran komunitas aktif memperpanjang umur game dan menjanjikan konten segar berkelanjutan.
Kesimpulan
Ten Bells bukan sekadar game petualangan biasa. Dengan narasi menggugah, gameplay seimbang antara aksi dan puzzle, ditambah presentasi audiovisual ciamik, judul ini jadi salah satu rilisan indie paling bersinar tahun ini. Bagi gamer yang merindukan petualangan misterius dengan atmosfer kental, Ten Bells wajib dicoba. Siapkan perangkat, pasang headphone, dan selami dunia bawah tanah tempat sepuluh lonceng menanti untuk dibungkam—sebelum dentang terakhir menggema selamanya.
